Celoteh Jalan Setapak

February 08, 2013

Pernah gak sih lo merantau ke suatu tempat yang jauh, dan tinggal tempat berbeda dari rumah lo. Lingkungan yang berbeda dari lingkungan lo sehari-hari, orang-orang berbeda, budaya yang berbeda, hanya lo yang sama.
Lalu itu semua berlalu begitu saja selama satu tahun, bukan suatu adaptasi yang berat, karena lingkungan itu hanya tempat lo berlalu lalang pergi dan pulang bekerja. Hanya 30 menit dalam sehari, jumlah waktu yang lo habiskan di lingkungan itu dalam wujud berjalan santai, melangkah ringan di jalan setapak.

Ya, satu tahun tak terasa, semuanya tampak sama, mungkin beberapa tanaman baru atau beberapa ekor kucing yang bertambah. Tiba-tiba perjalanan di lingkungan tersebut terasa panjang, dengan menghadang matahari sore, setiap langkah terasa lambat dan lama.

Dengan dukungan suasana tersebut, lo dibuat berpikir, bukan, mungkin lebih tepatnya menerawang. Apa saja yang sudah lo lalui sepanjang perjalanan di lingkungan ini selama ini. Gerombolan anak-anak berlari, mengejar layangan putus, menggulung benang layangan, terkikik berlarian, laki-laki dan perempuan. Gerombolan lainnya, menarik-ulur benang dengan tenang, di atas gundukan puing-puing bekas bangunan yang dirubuhkan. Oh ya, memang ada beberapa bangunan yang dirubuhkan dalam kurun waktu satu tahun ini, dirubuhkan dan didiamkan puing-puingnya, tak dihiraukan.

Kembali ke perjalanan di lingkungan tersebut, setelah puing-puing, sisi kiri kanan jalan mulai ramai oleh warga setempat yang bersosialisasi sore, dengan canda-tawa, bisikan gosip, dan teriakan kepada anaknya yang berlarian nakal. Ternyata, selama ini lo melewati mereka dengan tertunduk, menghindari kontak mata, menghindari pandangan selintas lalu. Menunduk memandangi alas kaki dengan langkah teraturnya, menghindari kotoran ayam, kotoran kucing, kotoran anjing dan kotoran entah dari hewan atau manusia. Dengan alasan menghindari silaunya matahari yang bersiap terbenam, menunduk, enggan bertegur sapa.

Rutinitas itu terjadi selama setahun tanpa perubahan, lingkungan asing yang menjadi tetap asing. Mungkin tidak seasing itu, hanya asing denga orang-orangnya, tidak dengan lingkungannya. Lo pasti hapal dengan letak bangunan, posisi tanjakan atau cekungan jalan setapak serta lokasi dimana para kucing berkumpul bahkan lokasi 'ranjau' yang banyak berceceran di jalan setapak tertentu.

Aneh ya? gw rasa gak, gak tau ya menurut perasaan gw, pasti banyak yang ngelakuin hal yang sama seperti gw, menyendiri terdiam dalam perjalanan pulang. Setiap orang perlu waktu untuk sendiri, perlu waktu untuk menatap kosong jalan setapak, membiarkan pikirannya berlarian liar, berimajinasi yang mungkin akan terlupakan setelah lo sampe di rumah lo. 

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts